Mengenal Neoliberalisme
Menjelang proses pemilihan kepala negara (Pilpres 2009), muncul satu wacana yang mengemuka hampir seantero Indonesia, Neoliberalisme. Sebagai issue politik, neoliberalisme menjadi alat propaganda yang dirasa cukup ampuh, mesti terkadang tidak semua orang faham apa dengan diktum ini.
Sebagai sebuah gerakan ideologi, Neoliberalisme (neoliberalism) merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi yang merujuk kepada pemikiran bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith. Dimana ruh pemikiran ekonominya adalah perekonomian yang berjalan tanpa campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam Smith ini lazim disebut Laissez Faire.
Adam Smith memandang produksi dan perdagangan sebagai kunci untuk membuka kemakmuran. Agar produksi dan perdagangan maksimal dan menghasilkan kekayaan universal, Smith menganjurkan pemerintah memberikan kebebasan ekonomi kepada rakyat dalam bingkai perdagangan bebas baik dalam ruang lingkup domestik maupun internasional.
Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith mendukung prinsip “kebebasan alamiah”, yakni setiap manusia memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan pemerintah. Ini mengandung pengertian negara tidak boleh campur tangan dalam perpindahan dan perputaran aliran modal, uang, barang, dan tenaga kerja. Smith juga memandang pembatasan kebebasan ekonomi oleh pemerintah sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Alasan utama Smith yang melarang intervensi pemerintah adalah doktrin invisible hands (tangan gaib). Menurut doktrin ini, kebebasan (freedom), kepentingan diri sendiri (self-interest), dan persaingan (competition) akan menghasilkan masyarakat yang stabil dan makmur. Upaya individu untuk merealisasikan kepentingan dirinya sendiri bersama jutaan individu lainnya akan dibimbing oleh “tangan tak terlihat”. Setiap upaya individu mengejar kepentingannya, maka secara sadar atau pun tidak indvidu tersebut juga mempromosikan kepentingan publik.[4] Dengan kata lain, Smith mengklaim dalam sebuah perekonomian tanpa campur tangan pemerintah (laissez faire) yang mengedepankan nilai-nilai kebebasan (liberalisme), maka perekonomian secara otomatis mengatur dirinya untuk mencapai kemakmuran dan keseimbangan.
Neoliberalisme sendiri merupakan kelanjutan babak baru dari faham liberalisme (kapitalime. Oleh karenanya selain doktrin utama laissez faire dan pasar bebas (free market) yang sudah ada sejak Kapitalisme liberal Adam Smith, doktrin ekonomi neoliberal dikembangkan ke dalam kerangka liberalisme yang lebih sistematis. Elizabeth Martinez and Arnoldo Garcia menjelaskan lima kerangka utama neoliberalisme.
1. Free market
Dalam konsep free market swasta dibebaskan dari keterikatannya terhadap negara dan tanggung jawab atas permasalahan sosial yang terjadi karena aktivitas perusahaan mereka. Pengurangan tingkat upah dengan menghapus serikat-serikat pekerja dan memotong hak-hak buruh. Harga dibiarkan bergerak tanpa intervensi pemerintah. Kebebasan total di dalam perpindahan modal, barang, jasa. Para pengusung free market senantiasa menyatakan: “Pasar yang tidak diatur adalah jalan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memberikan keuntungan bagi setiap orang.”
2. Pembatasan anggaran belanja publik
Anggaran publik seperti kesehatan, pendidikan, pemenuhan air bersih, listrik, jalan umum, fasilitas umum, dan bantuan untuk orang miskin harus dikurangi dan dibatasi sehingga tidak membebani APBN. Pandangan ini sama saja dengan mengurangi peranan pemerintah dalam perekonomian dan pemenuhan kebutuhan publik. Namun di balik paham neoliberal ini, kalangan korporasi dan pemilik modal sangat mendukung subsidi dan pengurangan pajak yang menguntungkan bisnis mereka.
3. Deregulasi
Mengurangi atau bahkan menghapus peraturan-peraturan yang menghambat kepentingan bisnis korporasi dan pemilik modal.
4. Privatisasi
Menjual badan usaha, barang atau pelayan yang menjadi milik negara (BUMN) kepada investor, khususnya aset-aset dalam bentuk bank, industri-industri kunci, kereta api, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, dan air bersih. Alasan utama dilakukannya privatisasi untuk mengejar efisiensi. Namun pada faktanya privatisasi justru menciptakan konsentrasi kekayaan ke tangan segelintir orang-orang kaya sedangkan rakyat harus menanggung beban harga-harga public utilities yang mahal.
5. Menghilangkan konsep barang publik
Pemindahan tanggung jawab pengadaan barang dan layanan publik dari tangan negara menjadi tanggung jawab individu. Dengan kata lain, masyarakat harus menemukan sendiri solusi dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka akan barang-barang publik.
Kelahiran neoliberalisme tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ideologi Kapitalisme. Karakter liberal yang bersumbu pada “kebebasan” dan menonjolkan “kepentingan individu” senantiasa menjadikan kegiatan ekonomi berjalan seperti hukum rimba. Philosuf Inggris Herbert Spencer memandang seleksi alam (survival of fittest) sebagai prinsip wajib kegiatan ekonomi dalam sistem Kapitalisme. Konsekwensinya, perekonomian berjalan dengan cara menindas yang lemah dan memfasilitasi yang kuat (pemilik modal) agar alokasi sumber daya (resources) dan penguasaan pasar berada di tangan pemilik modal.
Sektor-sektor perekonomian yang secara faktual menguasai hajat hidup orang banyak atau semestinya dikuasai negara untuk mencegah konsentrasi kepemilikan di tangan segelintir orang malah diserahkan kepada mekanisme pasar yang sudah jelas didominasi kaum kapitalis. Secara logis laissez faire hanya menjadi alat kaum kapitalis untuk mencegah dominasi negara atas perekonomian, menghalang-halangi distribusi kekayaan yang adil di tengah masyarakat, dan menjadikan negara sebagai alat untuk melegalisasi “kerakusan” kaum kapitalis. Dalam sistem ini fungsi negara hanyalah untuk merealisasikan kepentingan segelintir individu saja.
Adapun perubahan pemikiran ekonomi dari mainstream (aliran utama) ekonomi pasar yang liberal ke mainstream Keynesian yang sarat intervensi negara (big government) pasca Depresi Besar (Great Depression) 1929, dan kembali liberal pasca krisis minyak dunia 1973 dengan mainstream neoliberalnya merupakan dinamika pemikiran ekonomi yang berkembang dalam sistem Kapitalisme. Dinamika pemikiran ini tidak mengubah ideologi Kapitalisme itu sendiri walau pun di dalamnya terdapat aliran-aliran pemikiran yang saling bertolakbelakang dan kebijakan yang saling kontradiktif. Sebab hakikatnya tidak ada perubahan pada asas Sekularisme yang menjadi pikiran pokok dan standar nilai Kapitalisme. Perubahan hanya terjadi pada pemikiran cabang ideologi ini, yakni pemikiran ekonomi.
Abdurrahman al-Maliki memandang Kapitalisme sebagai sistem ekonomi dengan strategi “tambal sulam”. Strategi ini digunakan untuk menutupi kebobrokan Kapitalisme dan melestarikan keberadaan institusinya dari kebangkrutan. Strategi “tambal sulam” dijalankan dengan cara mencangkokkan ide tentang keadilan sosial ke dalam negara (welfare state) dengan konsekwensi pergeseran peranan ekonomi dari tangan swasta ke tangan negara (big government).
James Petras melihat dalam sebuah rezim yang menganut Kapitalisme, pemerintah memiliki dua buah rencana. Yakni rencana yang beroirentasi liberal (neoliberalism) dan berorientasi kesejahteraan sosial (social welfare). Jika kebijakan orisinil (ekonomi liberal) mengalami kegagalan maka pemerintah akan mengubah orientasi kepada kesejahteraan sosial. Perubahan ini semata-mata untuk merebut hati masyarakat dengan tujuan mempertahankan kekuasaan dan sistem.
Dinamika pemikiran ekonomi yang saling bertolakbelakang dalam Kapitalisme merupakan konsekwensi logis dari ideologi ini dalam menentukan sumber hukum. Sebab sumber hukum dalam Kapitalisme digali dari realitas,[23] sehingga perkembangan pemikiran ekonomi sangat bergantung pada perkembangan realitas ekonomi di tingkat domestik dan dunia. Sedangkan realitas ekonomi yang berkembang merupakan hasil penerapan Kapitalisme itu sendiri. Jika realitas ekonomi tidak kondusif bagi Kapitalisme yang memaksa negara memodifikasi kebijakan ekonominya secara prinsipil, maka itulah tanda kelemahan dan kebobrokan sistem Kapitalisme.
Jika negara-negara kapitalis tidak melakukan intervensi di sektor finansial dan penyelamatan sektor riil untuk menjaga konsistensi doktrin laissez faire, maka sudah dapat dipastikan sistem keuangan Barat berada di jalan buntu, kebangkrutan korporasi secara massal, PHK yang jauh lebih besar dari PHK massal tahun ini (2008), jatuhnya daya beli masyarakat dalam tingkat yang siknifikan, dan kepanikan yang sangat mungkin menciptakan prahara ekonomi yang dahsyat.
Semoga tidak terjadi untuk dan di Indonesia, amien.
0 komentar:
Posting Komentar